Siska Yuniati: pandemi bikin gairah belajar tereduksi
Abasrin.com--Di tengah kendala menghadang di masa pandemi ini, semangat para guru membelajari siswa patut diacungi jempol. Pembelajaran jarak jauh memunculkan keterbatasan waktu, sarana dan prasarana. Sehingga pembelajaran tidak maksimal.
Realitas tersebut membuat sekolah melakukan terobosan demi mengoptimalkan pendidikan. Salah satunya melakukan luring (bertemu secara fisik), di samping tetap menjalankan daring. MTs Negeri 3 Bantul Yogyakarta, salah satu yang melakukan.
Pembelajaran luring inisiatif sekolah. "Untuk mengatasi siswa yang tinggal di pesantren dan tidak punya handphone atau terkendala sinyal," tutur Siska Yuniati, pengajar MTs Negeri 3 Bantul.
Kurangnya komunikasi antara guru dan siswa, kata Siska, diantisipasi dengan sistem tersebut. Siswa atau pengurus pondok pesantren mengambil atau mengumpulkan materi atau penugasan di sekolah sesuai jadwal, di ruangan khusus yang telah disediakan.
"Guru dan siswa tidak ketemu. Luring ini tidak hanya bagi siswa yang tinggal di pesantren. Kadang juga ke rumah siswa. Kemungkinan guru ke asrama atau rumah siswa saat siswa tidak mengumpulkan tugas, atau tidak aktif dalam pembelajaran selama beberapa kali pertemuan. Nah biasanya guru terus datang membawakan materi atau tugas tersebut, membimbing siswa mengerjakan," terang Siska yang juga Ketua Umum Perkumpulan Guru Madrasah.
Menurut warga Priyan Trirenggo Bantul itu, pembelajaran daring memunculkan kendala. Ada yang tidak punya handphone. Atau kadang nebeng handphone orang tuanya. Padahal handphone orangtua dibawa kerja. Sehingga baru bisa berkomunikasi dengan guru malam hari.
Siska pernah mendapati kejadian tak terlupakan. Ada siswa yang menanyakan tugas hampir tengah malam. Guru akhirnya memaklumi, ternyata siswa harus menunggu handphone orangtua. Malam hari orangtuanya baru pulang kerja. Handphone baru bisa dipinjam.
Pengalaman lain yang juga mengharukan, saat guru mendatangi siswa untuk melakukan bimbingan. Ternyata di rumah, kegiatan yang dilakukan siswa mencari pohon di hutan, dibuat bonsai. Penerapan luring direspons positif para orang tua.
"Orangtua sangat mengapresiasi. Mendukung. Bersemangat. Kalau siswa macam-macam. Ada yang jadi lebih semangat. Ada juga yang biasa saja," ujar guru berusia 41 tahun yang juga dikenal sebagai penulis.
Kondisi saat ini memang membuat pengajar jadi terdampak. Terkait pembelajaran, guru jadi kalang kabut. Namun Siska dan guru lain tak menyerah.
"Harus ekstra sabar. Mau tak mau pembelajaran jadi tak kenal waktu, terutama untuk mengumpulkan tugas," tandas Siska. (*)
Sumber: Minggu Pagi edisi No. 16 Th 74 Minggu IV Juli 2021
0 Komentar:
Posting Komentar